Jumat, 18 Januari 2013

MENDIDIK ANAK MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN

Alfaqih Warsono
Naskah oleh :Suroso Abd. Salam, M.Pd.
 



إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Para Hadirin, Jama'ah Shalat Jum'at Sekalian
Salah satu nikmat, amanah, sekaligus ujian dari Allah Ta’ala adalah hadirnya seorang anak di tengah keluarga kita. Perilaku lucu, cerdik, menggelikan, sekaligus menyenangkan, senantiasa mereka tampilkan. Hal itu membuat suasana keluarga semakin meriah. Hadirnya momongan di tengah keluarga merupakan dambaan pasutri (pasangan suami–istri) atau orang tua.
Karena itu dapat kita bayangkan, betapa sepinya keluarga, jika anak tak berada di sisi pasutri. 

Selanjutnya, cara orang tua menyambut, menjaga, memelihara, mengarahkan, membimbing, atau mendidik anak untuk kehidupan anak di masa depan jangka pendek (dunia) dan jangka panjang (akhirat) akan memberikan andil besar atau bahkan menentukan bagi:
1. Sukses tidaknya orang tua di dalam bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat dariNya berupa anak, sehingga anak tidak dicema-ri fitrahnya.
2. Sukses tidaknya orang tua di dalam menunaikan amanah Allah Ta’ala berupa anak, sehingga akan tumbuh anak-anak shalih atau shalihah.
3. Sukses tidaknya orang tua di dalam menempuh ujian dengan lahirnya anak di tengah keluarga, sehingga anak tidak menjadi penyebab orang tua meninggalkan ibadah kepada Allah Ta’ala. 

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,


مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
"Tidaklah anak manusia dilahirkan melainkan pasti lahir di atas fitrahnya, maka kemudian orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi." (HR. al-Bukhari dan Muslim). 

Berdasarkan hadits ini kita mengetahui, bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah (bertauhid dan berpotensi baik). Jika kemudian anak menjadi menyimpang, ia menjadi Yahudi/Nasrani/ Majusi, dan ahli maksiat, maka orang tua memiliki andil besar sebagai penyebabnya. Mengapa? 

Sebabnya adalah: Pertama, orang tua adalah pihak yang sejak awal paling dekat dan berpengaruh langsung kepada anak.
Kedua, orang tua tidak memberikan perawatan dan pendidikan yang tepat sejak usia dini. Orang tua justru memberikan pendidikan yang menyimpang dari Tauhid dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam


Jika orang tua mencari rizki (nafkah) dengan cara yang batil (hasil menipu, mencuri, korupsi, riba, memeras, dan sejenisnya), maka nafkah tersebut tidak berkah (tidak mengandung kebaikan). Lantas, anak dan istri, juga diri ayah tersebut tumbuh dari pera-watan fisik/jasad (nafkah) yang haram. Pengaruhnya, hati manusia menjadi keras untuk menerima kebenaran dari Allah Ta’ala dan RasulNya. 

Hal itu akan diperparah lagi dengan cara, harta dari hasil yang haram tersebut dibelanjakan untuk makanan, minuman, dan hal-hal lain yang haram (untuk merokok, berjudi, khamar, narkoba, membeli daging babi dan marus/darah binatang dan sejenisnya). Maka tumbuhlah jasmani yang tidak sehat. Inilah bentuk perawatan yang menyimpang. 

Adapun pendidikan yang menyimpang terlihat dengan jelas, manakala orang tua menyerahkan pendidikan anak mereka pada sekolah-sekolah yang tidak menghargai pendidikan Agama secara memadai. Hal itu diperburuk dengan pendidikan agama yang di-ajarkan itu pun menyimpang dari sumber rujukan Islam (al-Qur`an dan as-Sunnah). 

Berbarengan dengan hal itu, anak dicekoki dengan berbagai acara di TV, radio, dan sejenisnya selama berjam-jam setiap harinya. Demikian halnya di masyarakat marak sekali adanya acara panggung-panggung hiburan yang jauh dari tuntunan Islam. Dileng-kapi dengan pergaulan yang dialami anak, baik di lingkungan keluarga besarnya, di masyarakat, dan di berbagai kesempatan, jauh dari akhlak Islami. Disempurnakan dengan bahan bacaan (majalah, surat kabar, tabloid, novel, puisi, kaset/CD/DVD, dan sejenisnya) yang mengumbar kemaksiatan (pornografi dan sejenisnya), maka genap lengkap dan sempurnalah pendidikan anak yang menyimpang menjadi menu/program/kurikulum yang mengarahkan anak menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Sungguh besar pengaruh orang tua terhadap anak. Pepatah mengatakan, "Mangga jatuh tidak jauh dari pohonnya." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun telah bersabda,

اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
"Agama seseorang tergantung kepada siapa yang menjadi orang yang paling dicintainya. Maka coba perhatikan siapa orang yang paling dicintai oleh salah seorang dari kalian." (HR. Ahmad). 

Sadar atau pun tidak, orang tua dan masyarakat yang demi-kian telah dengan mulus memberikan jalan kepada program-program kerja Yahudi, Nasrani, dan Majusi, yang dengan gigih menyediakan semua waktu, tenaga, dan pikiran, program hiburan, serta hartanya di dalam program pemurtadan umat Islam dalam bentuk 'tidak harus berpindah agama'. 

Firman Allah Ta’ala,


وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)'. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah: 120). 

Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Inilah tantangan umat Islam dari luar dirinya di masa kini dan mendatang. Demikian halnya kelemahan umat Islam sendiri (tidak memahami Islam dengan benar, taklid, berlebih-lebihan di dalam mencintai orang-orang shalih, maupun meremehkan agama, tidak istiqamah, dan sejenisnya, lemah iptek, tak profesional di dalam beramal, dan lain-lain) merupakan tantangan dari dalam tubuh umat Islam yang harus dijawab umat Islam sendiri. 


Orang tua, khususnya ayah, adalah pihak yang paling ber-tanggung jawab untuk menyelesaikan agenda besar ini dalam ling-kup keluarga yakni pendidikan yang sejalan dengan fitrah anak. Pendidikan anak yang demikian dapat menghadapi tantangan masa kini dan masa depan yang bersifat materialistis, liberalistis, anti AGAMA, dan pengumbar nafsu yang diciptakan oleh Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
Allah Ta’ala berfirman,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluarga-mu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tah-rim: 6). 

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Sekiranya orang tua sanggup mengatasi tantangan dari dalam dan luar tersebut, dengan cara memberikan perawatan yang baik dan halal, serta pendidikan yang berbasis Islam yang mengem-bangkan fitrah anak, maka akan lahir anak-anak yang bertauhid, berbuat baik, menguasai bidang keahlian yang dipilihnya, dan istiqamah di atas Din yang haq (Dinul Islam). Akhirnya kelak akan lahir anak-anak yang sanggup menghadapi tantangan materialis-me, liberalisme, anti Agama, dan para pengumbar nafsu produk dan antek Yahudi dan Nasrani. Insya Allah Ta’ala mereka akan mengungguli musuh-musuh Allah, musuh-musuh Islam, dan musuh-musuh kaum Muslimin hari ini dan ke depan.

Demikian halnya, anak merupakan amanah. 

Orang tua yang sukses adalah mereka yang sanggup mengemban amanah. Sesunguhnya Allah c telah mempercayakan makhlukNya (berupa anak) untuk dirawat/diasuh dan dididik oleh orang tua. Orang tua yang menyadari hal ini, mereka akan memperkuat keikhlasan, kesabaran, dan kesung-guhannya di dalam merawat dan mendidik amanah Allah Ta’ala. Anak merupakan asset masa depan (dunia, jangka pendek dan akhirat, jangka panjang). Tanpa keikhlasan, kesabaran, dan kesungguhan (juhud) yang prima, niscaya orang tua akan menghadapi kegagalan di dalam menunaikan amanah.
Orang tua hendaknya mengerahkan segala daya upaya -yang juga merupakan karunia Allah Ta’ala- untuk meraih keuntungan/ kebaik-an dunia akhirat bagi diri mereka dengan cara menunaikan amanah yakni merawat dan mendidik anak. Mereka selalu mengingat dan melaksanakan sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam berikut,


إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ.
"Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputus-lah semua amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim). 

Anak shalih/shalihah tidaklah akan mungkin terwujud, manakala perawatan dan pendidikan terhadapnya menyimpang. Oleh karena itu, orang tua yang menghendaki buah yang segar di dunia maupun di akhirat berupa anak shalih/shalihah, maka hendaknya mereka mempersiapkannya sebaik mungkin sejak dini. 

Anak shalih adalah anak yang berbuat baik yakni anak yang tergambarkan di dalam Firman Allah Ta’ala berikut ini,

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba saha-yamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang som-bong dan membangga-banggakan diri." (An-Nisa`: 36). 

Berdasarkan ayat ini, anak/orang yang baik adalah:
1. Bertauhid dan tidak menyekutukan Allah c.
2. Birrul walidain (berbakti kepada ibu bapak).
3. Berbuat baik kepada sesama manusia.
4. Tidak sombong dan bangga diri. 


Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Anak shalih yang berciri-ciri seperti digambarkan pada surah an-Nisa` 36 itulah yang sanggup menjawab tantangan zaman, yang sanggup mengatur dunia ini dalam rangka taat kepada Allah Ta’ala. Dan hal itu merupakan karunia dariNya kepada siapa yang Dia Ke-hendaki. Perhatikan Firman Allah Ta’ala,


وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada menyekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur: 55).

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذا، وَأَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.