Kamis, 23 Juli 2015

Pasca Lebaran



Khutbah Jumat 
 
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ْ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا  ْ
 مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ  ْ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. ْ اللهم صل وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ْ
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُون ْ يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاءً ْ وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً ْ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً ْ يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً ْ
أما بعد
Jama’ah Jumat rahimakumullah
Mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baru saja kita keluar dari bulan Ramadhan, bulan yang penuh rahmah, ampunan dan keselamatan dari api neraka. Ramadhan 1436 H telah pergi dan tidak akan kembali lagi. Orang-orang pun berLebaran. Lebaran berasal dari kata “lebar “ yang berarti “bebas”.  Baik bebas dari dosa-dosa dan kembali kpd kesucian / fitrah, maupun bebas dari didikan puasa dan kembali kpd kebabasan melakukan maksiat, dosa dan pelanggaran.

Sebagai orang beriman tentu tidak menyia-nyiakan momentum Ramadhan dengan tetap ISTIQOMAH dalam lebaran dari segala dosa. Allah berfirman :
قَدْ أَفْلَحَ مَن تَزَكَّى ﴿١٤﴾
Al-A’la [87]: 014. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan dirinya (dengan beriman).
Baik pribadinya dan ruhnya disucikan dengan berpuasa, sikapnya dari perbuatan sia-sia dan ucapan kotor disucikan dengan zakat fitrah, maupun hartanya disucikan dengan zakat maal.

Kata “Qod” (sungguh) menunjukkan kepada istiqomah / terus menerus berupaya dan berusaha  dalam kesucian tsb.

وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى ﴿١٥﴾
Al-A’la [87]: 015. dan (beruntunglah) dia (orang yang ) ingat nama Tuhannya, sebagai control / pengawas thd kemungkinan kembalinya melakukan kejahatan/maksiat/dosa yang muncul dari dorongan hawa nafsu dan tipu daya syetan, kemudian dia istiqomah mendirikan sholat.  Sedang sholat itu bagian utama dari ingat kepada Allah.
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي ﴿١٤﴾
Thoha [20]: 014. dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.

Kekhusyu-an kita dalam sholat seperti di bulan Ramadhan, hendaknya istiqomah didirikan setelah Ramadhan usai. Ini cirri dari tujuan puasa, yakni “agar kamu bertaqwa”.

Tetapi sdh menjadi fenomena umum, bahwa sebagian besar orang awam, selepas Idul Fitri, lebaran dan bebas kembali kepada kondisi sblm Ramadhan, senang berpesta maksiat, enggan shodaqoh, lupa menahan diri/imsak dari dorongan hawa nafsu, suka berkata kotor, suka melakukan perbuatan laghoh (sia-sia),  penuh dengan kemalasan ibadah kepada Allah, termasuk malas sholat.
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً ﴿١٤٢﴾
AnNisa [4]: 142. Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

Perbuatan tidak baik tersbut dilakukannya tanpa ada rasa malu baik kepada manusia maupun kepada Allah. Ini menyebabkan rusaknya iman. Rasulullah bersabda :
وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيْمَانِ
“Malu itu sebagian daripada iman” (HR Muslim no. 36, Bukhori no. 9)
Allah hanya akan dibutuhkan pertolongannya ketika mereka dalam kesusahan hidup.

Mereka disibukkan kembali dengan semaraknya kehidupan dunia, pekerjaan yg melelahkan, dan segala perbuatan yg tidak berguna, ditambah lagi dengan kembalinya syetan dari belenggu Ramadhan. Bisikan dan langkah syetan akan memandang baik perbuatan maksiat tersebut dan membuatnya jauh dari mengingat Allah.
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ  ْ  إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ  
AlHijr [15]:039. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, 040. kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka".

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿١٦﴾ ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ ﴿١٧﴾
AlA’raf [7]: 016. Iblis berkata: "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, 017. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta`at).

Padahal Lebaran dari dosa pada Idul Fitri pasca puasa Ramadhan, adalah tujuannya agar kita semua bersyukur atas nikmat hidayah selama 1 bulan Ramadhan.
وَلِتُكْمِلُواْ الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُواْ اللّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿١٨٥﴾
AlBaqarah [2]: 185. Dan hendaklah kamu menyempurnakan bilangannya (Ramadhan)  dan hendaklah kamu bertakbir (mengagungkan) Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Demikianlah Allah menjelaskan:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى ﴿١٧﴾
AlA’la [87]:016. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. 017. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.

Tetapi kebanyakan orang lebih mementingkan kehidupan dunia yang penuh dengan kesenangan semu lagi sesaat, padahal kehidupan akhirat jauh lebih baik dan lebih kekal.

Mudah-mudahan Allah menjadikan kita orang yg cerdas dalam memahami peringatan Allah melalui firman-firmanNya yang diperuntukkan bagi kebaikan, keselamatan dan kebahagiaan manusia baik dunia maupun akhirat.

Dan mudah-mudahan pula Allah yg maha sayang  kepada hamba-2Nya, senantiasa memberikan taufiq dan hidayah (pertolongan dan petunjuk)nya  kepada kita sehingga kita tidak menjadi rugi setelah ditinggalkan Ramadhan yang penuh pelajaran bagi kita. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُهُ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ

Fitnah Dunia



Alfaqih Warsono

 KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ”.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً”.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
أما بعد
Jama’ah Jumat rahimakumullah
Mari kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِى النِّسَاءِ »
Sesungguhnya dunia ini manis lagi hijau (indah), dan sesungguhnya Allah  menjadikan kamu pengelolanya. Dia akan melihat apa yang kamu kerjakan, maka berhati-hatilah kamu terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah karena wanita.”  (HR. Muslim)

Jamaah Jumat rahimani wa rahimakumullah
Jika Anda sering berjalan-jalan, terutama ke dataran tinggi dan pegunungan, tentu Anda akan melihat lebih jelas indahnya dunia. Bumi yang kita tempati ini penuh dengan keindahan dan hal yang sangat menarik. Di sana ada pemandangan yang indah, ada sungai-sungai, ada air terjun, ada pepohonan yang lebat, udara yang sejuk, gunung-gunung yang tinggi dan lain-lain.

Melihat pemandangan yang indah dan menyenangkan itu, pernah terlintas dalam hati kita -mungkin juga Anda- keinginan untuk membangun rumah di tempat yang indah tersebut; tinggal bersama keluarga. Kita bayangkan, kita ingin pergi ke kota untuk bekerja agar dapat mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya yang kemudian dapat kita gunakan untuk membangun rumah di tempat yang indah tersebut. Namun terkadang kita berfikir dan berfikir lagi, jika kita melakukannya apakah kita akan hidup kekal di sana dan aman dari mara bahaya, kemudian bagaimana nantinya kita mencari rezeki? Belum lagi dengan sarana-sarana yang kurang lengkap tidak seperti di kota.

Sadarlah kita bahwa kesenangan dunia tidak sempurna; ada hidup dan ada mati, ada muda dan ada tua, ada senang dan ada sedih, ada sehat dan ada sakit, ada rasa aman dan rasa takut serta keterbatasan lainnya. Lebih dari itu, untuk memperoleh kesenangan dunia harus diraih dengan kerja keras dan usaha.
Kemudian kita membandingkan keadaan dunia dengan akhirat; yakni surga, ternyata jauh berbeda. Kita mendapatkan dalam Alquran dan sunah tentang kenikmatan yang diperoleh penghuni surga, ternyata benar-benar sempurna. Pemandangannya yang indah sampai tidak terbayangkan oleh hati, belum pernah dilihat oleh mata, dan belum pernah didengar oleh telinga. Penghuninya kekal dan tidak akan mati, mereka tetap muda dan tidak akan tua, mereka bersaudara tidak bermusuh-musuhan, mereka tetap senang dan tidak pernah sedih, mereka tetap sehat dan tidak pernah sakit, mereka senantiasa memperoleh keamanan dan tidak pernah tertimpa rasa takut dan kekhawatiran. Apa yang mereka inginkan ada di hadapan tanpa perlu bekerja keras dan berusaha, belum lagi dengan makanan dan minuman enak yang dihidangkan, bidadari yang bermata jeli dan kesenangan lainnya yang amat sempurna. Tentunya hal ini diperuntukkan bagi mereka yang beriman dan beramal shalih ketika di dunia. Mudah-mudahan kita semua dimasukkan Allah ke dalam surga, aamiin yaa Rabbal ‘alamin.

Hadirin jamaah Jumat ‘azzaniyallahu wa iyyakum
Kesenangan seperti inilah kesenangan yang sesungguhnya dan kenikmatan yang pantas untuk dikejar.
خِتَامُهُ مِسْكٌ وَفيِ ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 26)

Namun sangat disayangkan, sedikit sekali di antara kita yang mengejarnya, bahkan kebanyakan dari kita lebih rela mengejar kesenangan dunia yang fana’ ini, meninggalkan negeri yang kekal abadi.
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا {16} وَاْلأَخِرَةُ خَيْرٌوَأَبْقَى {17}
“Tetapi kamu  memilih kehidupan duniawi.— Padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)

Tidak perlu jauh-jauh untuk membuktikannya, cobalah kita keluar rumah dan memperhatikan orang-orang di sekitar kita –bahkan mungkin diri kita seperti itu-, kita akan menyaksikan bahwa yang ada di benak kita pada umumnya adalah cita-cita agar kita bisa hidup enak di dunia ini, tanpa berpikir lagi tentang akhirat; mau bahagia atau tidak, yang penting bisa hidup enak di dunia.

Kita  rela memeras akal dan pikiran serta membanting tulang sejak bangun tidur hingga tidur kembali hanya bertujuan untuk memperoleh kesenangan yang sesaat ini; itu pun jika dapat dan maut belum datang. Lebih dari itu, mereka tidak menyisakan sedikit pun waktunya untuk akhirat walau beberapa menit, untuk beribadah, untuk shalat berjamaah, untuk menambah dengan amalan sunat, untuk membaca Alquran, untuk berdzikr, untuk bersedekah, untuk berbakti kepada orang tua, untuk menyambung tali silaturrahim dan mengerjakan ibadah lainnya.

Seruan azan ibarat angin yang berlalu, ucapan hayya ‘alash shalaah-hayya ‘alal falah (marilah kita shalat-marilah menuju kebahagiaan) masuk ke telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri. Kita tidak mengetahui, mengapa mereka seperti ini, masjid-masjid yang ada menjadi sepi, kalau pun ada hanya beberapa orang saja. Entah mengapa mereka tidak menyadari bahwa hidup di dunia hanya sementara. Padahal adakah manusia yang hidup selamanya di dunia ini? Kalau pun ada manusia yang diberi umur yang panjang, cobalah perhatikan akhirnya, ia akan tetap meninggal juga,
إِنَّكَ مَيِّتٌ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ
“Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (QS. Az Zumar: 30)

Jika demikian jamaah Jumat sekalian, apa persiapan yang sudah kita lakukan menghadapi kematian yang sudah pasti, yang tidak melihat keadaan orang yang dijemputnya; masih muda atau sudah tua, sehat atau sakit, kaya atau miskin?
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kamu berada, kematian akan menjemput kamu, meskipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisaa': 78)

Apakah harta-benda yang kita persiapkan menghadapi kematian, padahal ia tidak akan ikut ke dalam kubur. Apakah keluarga yang kita persiapkan, padahal keluarga tidak mendampingi kita di alam kubur ataukah amal? Ya, amal itulah yang mendampingi kita di dalam kubur.

Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَقُولُ ابْنُ آدَمَ مَالِى مَالِى – قَالَ – وَهَلْ لَكَ يَا ابْنَ آدَمَ مِنْ مَالِكَ إِلاَّ مَا أَكَلْتَ فَأَفْنَيْتَ أَوْ لَبِسْتَ فَأَبْلَيْتَ أَوْ تَصَدَّقْتَ فَأَمْضَيْتَ
Anak Adam akan berkata, “Hartaku, hartaku”, lalu dikatakan, “Hai anak Adam, bukankah harta yang kamu miliki itu sudah kamu makan lalu habis atau kamu pakai lalu rusak dan yang kamu sedekahkan, itulah yang kamu bawa.” (HR. Muslim)

Jamaah Jumat rahimakumullah
Memang tidak mengapa bekerja keras untuk meraih kehidupan yang layak di dunia, namun yang jadi masalah adalah jika berlebihan sampai tidak menyisakan waktu untuk akhirat, dan seperti inilah kenyataan yang kita lihat. Kita sangat sedih ketika melihat mereka yang miskin dan hidup dalam kekurangan, kemudian ditambah dengan meninggalkan shalat, penghasilan mereka dalam sehari tidak seberapa namun anehnya berani meninggalkan shalat. Padahal apa lagi yang bisa diharap jika seseorang sudah meninggalkan shalat –selain tobat-?! Kita khawatir -bukan bermaksud memvonis- mereka tergolong orang yang sengsara dunia-akhirat atau diistilahkan dengan “sudah jatuh tertimpa tangga”; –hadaanallah wa iyyahum ajma’iin-. 

Dalam Alquran disebutkan:
مَاسَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ{42} قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ {43}
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”—Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, (QS. Al Muddatstsir: 42-43)

Saudaraku, dunia merupakan tempat beramal; ia adalah kesempatan terakhir yang setelahnya bukan kesempatan, yang ada hanyalah balasan terhadap amal yang dikerjakan.

Saudaraku, dunia merupakan jembatan menuju akhirat, keadaan kita di akhirat tergantung keadaan kita di dunia, barangsiapa yang beramal salih ketika di dunia maka ia akan beruntung di akhirat dan barangsiapa yang malah mengisi hidupnya dengan kemaksiatan, maka ia akan merasakan kerugian dan penyesalan di akhirat. Ketika itu, penyesalan tidak berguna lagi. Ketika itu, memperbaiki diri tidak berguna lagi, yang ada hanyalah nikmat atau azab,
وَفِي اْلأَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللهِ وَرِضْوَانٌ وَمَاالْحَيَاةُ الدُّنْيَآ إِلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadiid: 20)

Inginkah Anda pulang ke akhirat mendapatkan nikmat atau Anda lebih memilih siksa daripada nikmat! Itu terserah Anda, kita hanya bisa mengingatkan.

Saudaraku, jamaah Jumat rahimakumullah
Mumpung Anda masih diberi kesempatan hidup oleh Allah, maka perbaikilah dirimu sekarang juga. Al Fudhail pernah berkata kepada seseorang: “Sudah berapa lama kamu menjalani hidup?” ia menjawab: “Enam puluh tahun.” Fudhail berkata: “Sudah enam puluh tahun Anda mengadakan perjalanan menuju Tuhanmu, dan sebentar lagi kamu akan sampai”, orang itu berkata: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun“,

Fudhail berkata: “Tahukah Anda maksud ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”? Sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan. Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu.”

Orang itu pun bertanya, “Lalu bagaimana jalan keluarnya?” Fudhail menjawab: “Mudah” orang itu bertanya: “Apa itu?” Fudhail menjawab: “Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni. Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk amalmu di masa sekarang, maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnya amalan yang diperhatikan adalah akhirnya.”raaji’uun”.”
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُهُ العَظِيْمَ الجَلِيْلَ لِيْ وَلَكُمْ، وَلِجَمِيْعِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ

KHUTBAH KEDUA
اَلحَمْدُ لِلّهِ الوَاحِدِ القَهَّارِ، الرَحِيْمِ الغَفَّارِ، أَحْمَدُهُ تَعَالَى عَلَى فَضْلِهِ المِدْرَارِ، وَأَشْكُرُهُ عَلَى نِعَمِهِ الغِزَارِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ العَزِيْزُ الجَبَّارُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المُصْطَفَى المُخْتَار، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ الطَيِّبِيْنَ الأَطْهَار، وَإِخْوَنِهِ الأَبْرَارِ، وَأَصْحَابُهُ الأَخْيَارِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ مَا تُعَاقِبُ اللَيْلَ وَالنَّهَار



Saudaraku jamaah Jumat rahimakumullah,
Hidup di dunia penuh dengan godaan. Godaan dunia ibarat sebuah arus yang deras, yang membawa pergi dan menghanyutkan apa saja yang ada di hadapan. Kemudian tahukah kamu, ke arah mana arus itu membawa pergi? Jurang; ke sanalah arahnya.

Tetapi wahai saudaraku, jurang ini bukanlah jurang yang ringan. Ia adalah jurang yang paling dalam dan di bawahnya terdapat api yang membakar, itulah jurang neraka –wal ‘iyaadz billah-. Oleh karena itu, Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar kita tetap waspada terhadap godaan dunia yang sangat menyilaukan, demikian juga mengingatkan kita agar berhati-hati terhadap godaan wanita.

Belum lagi dengan godaan syubhat yang dicetuskan oleh iblis, banyak amal yang menjadi sia-sia karena syubhat yang disodorkannya; ia tunjukkan kepada manusia sesuatu yang nampaknya baik, padahal tidak ada kebaikan di dalamnya. Inilah rahasia mengapa Allah mewajibkan membaca surat Al Fatihah di dalam shalat di setiap rakaat, karena butuhnya kita terhadap hidayah dan taufiq-Nya dalam meniti hidup yang penuh cobaan dan godaan ini di samping keadaan hati yang lemah mudah berbalik.

Jamaah Jumat ‘azzaniyallhu wa iyyakum

Shalat merupakan pegangan yang paling kuat agar seseorang tidak terbawa oleh arus fitnah (godaan) yang begitu deras.

Tidakkah Anda memperhatikan, bahwa dalam surat Al Fatihah terdapat ayat yang berbunyi “Ihdinash shiraathal mustaqiim”, di sana Anda meminta kepada Allah agar ditunjukkan mana jalan yang lurus, meminta juga kepada-Nya agar dibantu menempuh jalan yang lurus itu serta meminta kepada-Nya agar dapat beristiqamah di atasnya hingga akhir hayat. Maka beruntunglah mereka yang tetap mendirikan shalat, karena mereka masih memiliki pegangan, mereka masih memiliki hubungan dengan Allah Ta’ala Sang Pencipta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَتْرُكْ صَلاَةً مَكْتُوْبَةً مُتَعَمِّدًا فَمَنْ تَرَكَهَا مُتَعَمِّدًا فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ الذِّمَّةُ
Janganlah kamu meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja. Barangsiapa yang meninggalkannya dengan sengaja, maka hubungannya telah lepas.” (Hasan lighairih, HR. Ibnu Majah dan Baihaqi, lihat Shahihut Targhib wat Tarhib no. 567)




إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.  اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.    اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ،   رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ .      رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .
 اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى.
 اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَصَلى الله عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.  وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.