Alfaqih Warsono
Sumber : blogsyahidi.blogspot.com/2010/04/bertaubat.html
(dengan sedikit penyuntingan)
Sumber : blogsyahidi.blogspot.com/2010/04/bertaubat.html
(dengan sedikit penyuntingan)
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَنْعَمَ عَلَيْنَا بِاْلاِ يْمَانِ
وَاْلاِسْلاَمِ وَجَعَلَ بِهِمَا السُّعَدَاءَ فِى الدُّنْيَا وَدَارِ
السَّلاَمِ اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ
شَرِيْكَ لَهُ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلاَمُ وَاَشْهَدُ
اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّفَاعَةِ وَالْمَقَامِ
اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَاَصْحَابِهِ
الَّذِيْنَ الدَّاعِيْنَ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّّهِمْ دِيْنِ اْلاِسْلاَمِ.
امّا بعد فَيَا عِبَادَ
الله اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ
وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Ma'asyiral muslimin sidang jum'at rahimakumullah.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini marilah kita
bersyukur kepada Allah SWT yang telah menakdirkan kita menjadi orang-orang
beriman kepada-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya, agar kita benar-benar menjadi Muttaqin , yakni orang-orang
bertakwa yang amat mulia di sisi Allah SWT, baik di dunia maupun di
akhirat.
Ma'asyiral hadirin yang berbahagia.
Nabi saw. telah menegaskan dalam hadisnya, bahwa semua
umat manusia bani Adam itu mempunyai kesalahan dan dosa, dan sebaik - baik
orang yang bersalah dan dosa adalah orang yang mau bertaubat. Penegasan
Nabi saw. ini harus diakui oleh kita semua, memang sehari-hari kita tidak
pernah terlepas dari dosa, apakah dosa besar atau dosa kecil, apakah dosa
terhadap Allah atau dosa terhadap sesama. Oleh karena itu, kalau kita
benar-benar beriman kepada Allah SWT dan beriman kepada Hari Akhir sebagai hari
pembalasan, marilah kita segera melakukan taubat. Taubat artinya kembali dari
maksiat menuju taat, atau meninggalkan dosa seketika dan bertekad untuk tidak
melakukannya lagi. Dengan demikian orang yang bertaubat adalah orang yang
berhenti melanggar larangan-larangan Allah dan kembali untuk melakukan
perintah-Nya. Berhenti berbuat maksiat dan patuh kepada Allah. Berhenti
melakukan hal-hal yang dibenci Allah dan berusaha menjalani apa yang diridoi
dan disenangi-Nya. Dan ia merasa bersedih hati atas dosa-dosa yang pernah
dilakukannya. Taubat menimbulkan perasaan duka cita yang terrenyuh dalam
lubuk hatinya, mengganggu tidurnya, menumbuhkan rasa penyesalan yang mendalam
dan membangkitkan semangat yang bulat untuk melepaskan noda dan dosa yang
pernah dilakukannya dan bertekad untuk memulai kehidupan yang lebih baik.
Taubat dalam pengertian yang demikian tidak sama dengan pengertian kapok
lombok atau taubat sambal dalam istilah Jawa yang hanya menimbulkan rasa
penyesalan sesaat atau rasa jera sementara yang pada kesempatan lain akan
mengulangi perbuatannya lagi. Allah SWT berpesan dalam firman-Nya:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً
Artinya:
" Hai orang – orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan
taubat nasuha." QS. Al Tahrim ; 8
Yang
dimaksud dengan taubat Nasuha di sini adalah taubat yang sesungguhnya, yang
bukan hanya mengucapkan istigfar sebagai permohonan ampun, tetapi lebih dari
itu ada upaya untuk menjauhi dan tidak mengulangi perbuatan dosa yang pernah
dilakukan untuk kedua kalinya, apa lagi berkali-kali.
Ma'asyiral hadirin rahimakumullah.
Hadharatusy-syaekh Abi Zakariya Yahya bin Syarif
An-Nawawi dalam kitabnya Riyadus-shalihin menyatakan bahwa taubat itu wajib
dari tiap dosa. Maka jika dosa itu berkaitan dengan hubungan seorang manusia
dengan Allah, maka pertaubatan itu mempunyai tiga persyaratan, yaitu :
1. Harus
menghentikan maksiatnya.
2. Harus
menyesali perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.
3. Niat
bersungguh-sungguh tidak akan pernah mengulangi perbuatan yang sama untuk kedua
kalinya..
Selanjutnya jika ada dosa yang berkaitan dengan hubungan
seseorang dengan sesamanya, maka pertaubatan itu ditambah satu syarat lagi,
yaitu menyelesaikan urusannya dengan orang yang bersangkutan, dengan meminta
maaf atau minta halalnya satu perbuatan, atau mengembalikan sesuatu yang harus
dikembalikan. Syarat ini adalah syarat mutlak yang wajib ditunaikan oleh
seseorang yang mempunyai dosa dan kesalahan terhadap orang lain. Mengapa
demikian ? Karena sesungguhnya Allah sendiri tidak mau memaafkan dan tidak mau
menghapus dosa seorang hamba yang mempunyai kesalahan terhadap hamba yang
lainnya, sebelum seorang hamba tersebut meminta maaf terhadap hamba yang
bersangkutan, sekaligus hamba yang bersangkutan tersebut dengan ikhlas dan rela
hati mau memberi maaf. Selagi permintaan maaf ini tidak dilakukan, sekaligus
pemberian maaf ini tidak ada, maka pertaubatan tersebut belumlah bisa diterima.
Ma'asyiral hadirin hadaniyallah
waiyyakum.
Dosa dan kesalahan yang berhubungan dengan sesama manusia
sesungguhnya lebih sulit penghapusannya bila dibandingkan dengan dosa dan
kesalahan yang berhubungan dengan Allah. Ketika kita punya salah dan dosa
kepada allah, selagi kita betul-betul menyesal dan berniat tidak akan
mengulangi lagi kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan, dalam arti kata
benar-benar bertaubat, maka niscaya Allah SWT akan mengampuni dosa dan
kesalahan kita. Dalam Al Quran surah Thaha, 82 Allah menegaskan :
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً
ثُمَّ اهْتَدَى
Artinya:
" Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat,
beriman dan beramal saleh, lalu tetap pada jalan yang benar."
Bahkan
dalam salah satu hadis kudsi, lebih jelas lagi Allah menegaskan :
يَا اِبْنَ اَدَمَ اِنَّكَ مَا دَغَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ
لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلاَ اُبَالِى يَا اِبْنَ اَدَمَ لَوْ بَلَغَتْ
ذُنُوْبُكَ عِنَانَ االسَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ
وَلاَ اُبَالِى يَا اِبْنَ اَدَمَ لَوْ اَتَيْتَنِى بِقُرَابِ اْلاَرْضِ
خَطَايَا ثُمَّ لَقِيْتَنِى لاَ تُشْرِكْ بِىْ شَيْئًا َلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا
مَغْفِرَةً.
Artinya:
" Hai anak Adam, sesungguhnya jika kamu meminta dan mengharapkan
ampunan-Ku, niscaya Aku ampuni dosa yang telah diperbuat, dan Aku tak peduli.
hai anak Adam, andaikata dosamu seluas langit, lalu kamu memohon ampunan-Ku,
niscaya Aku akan mengampunimu, dan Aku tak peduli hai anak Adam, jika kamu
menghadap kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, lalu kamu menemuiku
sambil tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan datang kepadamu
dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula." { Hadis Riwayat Imam Turmudzi.}
Kaum muslimin yang berbahagia.
Kedua firman Allah tersebut di atas menunjukkan bahwa
betapa Maha Pengampunnya Allah SWT. Dia senantiasa membuka tangan-Nya di siang
hari untuk menerima taubat hamba-Nya yang berbuat dosa di waktu malam, dan
selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat hamba-Nya .yang
berbuat dosa di waktu siang. Tidak ada istilah "Tiada maaf bagimu "
bagi Allah kepada para hamba-Nya, karena pintu taubat senantiasa terbuka bagi
siapa saja, kapan dan di mana saja. Pintu taubat itu ditutup hanya bagi
mereka yang sengaja mengulur-ulur waktu, sengaja menunda-nunda taubat mereka
hingga saat sakratul maut tiba.
Ma'asyiral hadirin hadaniyallah waiyyakum.
Begitu Maha Pengampunnya Allah, hingga tidak ada
kesulitan untuk mendapatkan ampunan-Nya. Hanya dengan satu syarat saja, yaitu
taubat. Akan tetapi, apakah untuk mendapatkan maaf dari sesama kita sama
mudahnya dengan memperoleh ampunan dari Allah? Tentu saja tidak. Nabi saw.
dalam satu hadisnya pernah bercerita tentang betapa sengsaranya seseorang yang
ketika hidup di dunia pernah berbuat dosa terhadap sesamanya, tetapi sayang dia
belum sempat mendapatkan maaf dari seseorang yang disakitinya itu. Kelak kata
Nabi, ada seorang hamba yang datang menghadap Allah di hari pembalasan dengan
membawa pahala salat, pahala puasa, haji dan pahala-pahala lainnya. Ketika
dihisab, ternyata amal baiknya lebih banyak ketimbang amal
jeleknya. Maka Allah pun hendak memasukkan hamba tersebut ke dalam surga, akan
tetapi ada seseorang yang komplen / mengajukan protes. "Ya Allah, saya
menuntut keadilan. Di dunia orang itu pernah menyakiti saya, dan dia belum
mendapatkan maaf dari saya. Sekarang saya minta pertanggung jawaban atas
perbuatan dosa yang pernah dia lakukan terhadap saya". Mendengar protes
dari orang itu, maka Allah pun tidak memberi maaf kepada hamba yang punya dosa
dengan sesamanya. Demi keadilan, Allah SWT .lalu mengambil pahala seorang
hamba yang diprotes, lalu pahala itu diberikan kepada seseorang yang
disakitinya. Ketika persoalan yang satu ini beres, ternyata datang salah
seorang lagi memprotes pula yang intinya sama. Maka untuk kedua kalinya Allah
mengambil pahala yang berbuat dosa, lalu diberikannya kepada sesamanya yang
pernah disakiti. Begitu seterusnya datang silih berganti orang-orang yang
protes, hingga akhirnya pahala hamba yang pada mulanya begitu banyak,
kini habis digunakan untuk membayar atas dosa-dosa dan kesalahan kepada orang
lain. Bahkan yang lebih tragis, ketika pahala itu sudah habis masih ada saja
orang yang datang memprotes. Berhubung pahala untuk membayar dosa itu sudah
habis, maka satu-satunya cara untuk meminta halalnya perbuatan dosa yang pernah
diperlakukan kepada sesamanya adalah dengan jalan, dosa orang yang pernah
disakiti itu diambil, lalu dialihkan kepada orang yang punya dosa / salah.
Ma'asyiral hadirin rahimakumullah.
Seperti itulah kisah tragis yang diceritakan oleh Nabi
saw. berkaitan dengan seseorang yang menanggung beban dosa dan kesalahan
terhadap orang lain yang belum mendapatkan maaf. Melihat kenyataan ini, maka
hendaklah kita berhati-hati sekali dalam berhubungan dengan sesama kita.
Manakala kita melakukan kesalahan terhadap orang lain, misalnya kita pinjam
barang atau uang, lalu kita tidak mengembalikannya dalam waktu yang cukup lama,
atau bahkan kita sengaja menggelapkannya dan mencurinya. Ini berarti menyakiti
orang lain. Bagi kita yang mau bertaubat, maka barang atau uang yang telah kita
gunakan itu harus kita kembalikan, dan kita harus minta maaf sampai dia mau
memaafkan. Begitulah tata cara kita bertaubat dan tata cara memperbaiki diri,
dari segala cacat dan cela. Akhirnya semoga kita diberi kesempatan oleh Allah
SWT untuk melakukan Taubatan Nasuha sebelum kita meninggal dunia.
اعوذ با لله من الشيطان الرحيم وَالَّذِينَ
إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ
فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ
يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ[1]
وَقُل رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ[2].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.