Jumat, 18 Januari 2013

MENDIDIK ANAK MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN

Alfaqih Warsono
Naskah oleh :Suroso Abd. Salam, M.Pd.
 



إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ


Para Hadirin, Jama'ah Shalat Jum'at Sekalian
Salah satu nikmat, amanah, sekaligus ujian dari Allah Ta’ala adalah hadirnya seorang anak di tengah keluarga kita. Perilaku lucu, cerdik, menggelikan, sekaligus menyenangkan, senantiasa mereka tampilkan. Hal itu membuat suasana keluarga semakin meriah. Hadirnya momongan di tengah keluarga merupakan dambaan pasutri (pasangan suami–istri) atau orang tua.
Karena itu dapat kita bayangkan, betapa sepinya keluarga, jika anak tak berada di sisi pasutri. 

Selanjutnya, cara orang tua menyambut, menjaga, memelihara, mengarahkan, membimbing, atau mendidik anak untuk kehidupan anak di masa depan jangka pendek (dunia) dan jangka panjang (akhirat) akan memberikan andil besar atau bahkan menentukan bagi:
1. Sukses tidaknya orang tua di dalam bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat dariNya berupa anak, sehingga anak tidak dicema-ri fitrahnya.
2. Sukses tidaknya orang tua di dalam menunaikan amanah Allah Ta’ala berupa anak, sehingga akan tumbuh anak-anak shalih atau shalihah.
3. Sukses tidaknya orang tua di dalam menempuh ujian dengan lahirnya anak di tengah keluarga, sehingga anak tidak menjadi penyebab orang tua meninggalkan ibadah kepada Allah Ta’ala. 

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,


مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
"Tidaklah anak manusia dilahirkan melainkan pasti lahir di atas fitrahnya, maka kemudian orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi atau Nasrani atau Majusi." (HR. al-Bukhari dan Muslim). 

Berdasarkan hadits ini kita mengetahui, bahwa anak lahir dalam keadaan fitrah (bertauhid dan berpotensi baik). Jika kemudian anak menjadi menyimpang, ia menjadi Yahudi/Nasrani/ Majusi, dan ahli maksiat, maka orang tua memiliki andil besar sebagai penyebabnya. Mengapa? 

Sebabnya adalah: Pertama, orang tua adalah pihak yang sejak awal paling dekat dan berpengaruh langsung kepada anak.
Kedua, orang tua tidak memberikan perawatan dan pendidikan yang tepat sejak usia dini. Orang tua justru memberikan pendidikan yang menyimpang dari Tauhid dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam


Jika orang tua mencari rizki (nafkah) dengan cara yang batil (hasil menipu, mencuri, korupsi, riba, memeras, dan sejenisnya), maka nafkah tersebut tidak berkah (tidak mengandung kebaikan). Lantas, anak dan istri, juga diri ayah tersebut tumbuh dari pera-watan fisik/jasad (nafkah) yang haram. Pengaruhnya, hati manusia menjadi keras untuk menerima kebenaran dari Allah Ta’ala dan RasulNya. 

Hal itu akan diperparah lagi dengan cara, harta dari hasil yang haram tersebut dibelanjakan untuk makanan, minuman, dan hal-hal lain yang haram (untuk merokok, berjudi, khamar, narkoba, membeli daging babi dan marus/darah binatang dan sejenisnya). Maka tumbuhlah jasmani yang tidak sehat. Inilah bentuk perawatan yang menyimpang. 

Adapun pendidikan yang menyimpang terlihat dengan jelas, manakala orang tua menyerahkan pendidikan anak mereka pada sekolah-sekolah yang tidak menghargai pendidikan Agama secara memadai. Hal itu diperburuk dengan pendidikan agama yang di-ajarkan itu pun menyimpang dari sumber rujukan Islam (al-Qur`an dan as-Sunnah). 

Berbarengan dengan hal itu, anak dicekoki dengan berbagai acara di TV, radio, dan sejenisnya selama berjam-jam setiap harinya. Demikian halnya di masyarakat marak sekali adanya acara panggung-panggung hiburan yang jauh dari tuntunan Islam. Dileng-kapi dengan pergaulan yang dialami anak, baik di lingkungan keluarga besarnya, di masyarakat, dan di berbagai kesempatan, jauh dari akhlak Islami. Disempurnakan dengan bahan bacaan (majalah, surat kabar, tabloid, novel, puisi, kaset/CD/DVD, dan sejenisnya) yang mengumbar kemaksiatan (pornografi dan sejenisnya), maka genap lengkap dan sempurnalah pendidikan anak yang menyimpang menjadi menu/program/kurikulum yang mengarahkan anak menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.

Sungguh besar pengaruh orang tua terhadap anak. Pepatah mengatakan, "Mangga jatuh tidak jauh dari pohonnya." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun telah bersabda,

اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.
"Agama seseorang tergantung kepada siapa yang menjadi orang yang paling dicintainya. Maka coba perhatikan siapa orang yang paling dicintai oleh salah seorang dari kalian." (HR. Ahmad). 

Sadar atau pun tidak, orang tua dan masyarakat yang demi-kian telah dengan mulus memberikan jalan kepada program-program kerja Yahudi, Nasrani, dan Majusi, yang dengan gigih menyediakan semua waktu, tenaga, dan pikiran, program hiburan, serta hartanya di dalam program pemurtadan umat Islam dalam bentuk 'tidak harus berpindah agama'. 

Firman Allah Ta’ala,


وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم بَعْدَ الَّذِي جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ نَصِيرٍ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, 'Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)'. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah: 120). 

Jama’ah Jum’at Rahimakumullah
Inilah tantangan umat Islam dari luar dirinya di masa kini dan mendatang. Demikian halnya kelemahan umat Islam sendiri (tidak memahami Islam dengan benar, taklid, berlebih-lebihan di dalam mencintai orang-orang shalih, maupun meremehkan agama, tidak istiqamah, dan sejenisnya, lemah iptek, tak profesional di dalam beramal, dan lain-lain) merupakan tantangan dari dalam tubuh umat Islam yang harus dijawab umat Islam sendiri. 


Orang tua, khususnya ayah, adalah pihak yang paling ber-tanggung jawab untuk menyelesaikan agenda besar ini dalam ling-kup keluarga yakni pendidikan yang sejalan dengan fitrah anak. Pendidikan anak yang demikian dapat menghadapi tantangan masa kini dan masa depan yang bersifat materialistis, liberalistis, anti AGAMA, dan pengumbar nafsu yang diciptakan oleh Yahudi, Nasrani, dan Majusi.
Allah Ta’ala berfirman,


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluarga-mu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tah-rim: 6). 

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Sekiranya orang tua sanggup mengatasi tantangan dari dalam dan luar tersebut, dengan cara memberikan perawatan yang baik dan halal, serta pendidikan yang berbasis Islam yang mengem-bangkan fitrah anak, maka akan lahir anak-anak yang bertauhid, berbuat baik, menguasai bidang keahlian yang dipilihnya, dan istiqamah di atas Din yang haq (Dinul Islam). Akhirnya kelak akan lahir anak-anak yang sanggup menghadapi tantangan materialis-me, liberalisme, anti Agama, dan para pengumbar nafsu produk dan antek Yahudi dan Nasrani. Insya Allah Ta’ala mereka akan mengungguli musuh-musuh Allah, musuh-musuh Islam, dan musuh-musuh kaum Muslimin hari ini dan ke depan.

Demikian halnya, anak merupakan amanah. 

Orang tua yang sukses adalah mereka yang sanggup mengemban amanah. Sesunguhnya Allah c telah mempercayakan makhlukNya (berupa anak) untuk dirawat/diasuh dan dididik oleh orang tua. Orang tua yang menyadari hal ini, mereka akan memperkuat keikhlasan, kesabaran, dan kesung-guhannya di dalam merawat dan mendidik amanah Allah Ta’ala. Anak merupakan asset masa depan (dunia, jangka pendek dan akhirat, jangka panjang). Tanpa keikhlasan, kesabaran, dan kesungguhan (juhud) yang prima, niscaya orang tua akan menghadapi kegagalan di dalam menunaikan amanah.
Orang tua hendaknya mengerahkan segala daya upaya -yang juga merupakan karunia Allah Ta’ala- untuk meraih keuntungan/ kebaik-an dunia akhirat bagi diri mereka dengan cara menunaikan amanah yakni merawat dan mendidik anak. Mereka selalu mengingat dan melaksanakan sabda Rasulullahshallallahu ‘alaihi wasallam berikut,


إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ، أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْ لَهُ.
"Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka terputus-lah semua amalnya, kecuali tiga hal: Sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim). 

Anak shalih/shalihah tidaklah akan mungkin terwujud, manakala perawatan dan pendidikan terhadapnya menyimpang. Oleh karena itu, orang tua yang menghendaki buah yang segar di dunia maupun di akhirat berupa anak shalih/shalihah, maka hendaknya mereka mempersiapkannya sebaik mungkin sejak dini. 

Anak shalih adalah anak yang berbuat baik yakni anak yang tergambarkan di dalam Firman Allah Ta’ala berikut ini,

وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالجَنبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالاً فَخُوراً
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba saha-yamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang som-bong dan membangga-banggakan diri." (An-Nisa`: 36). 

Berdasarkan ayat ini, anak/orang yang baik adalah:
1. Bertauhid dan tidak menyekutukan Allah c.
2. Birrul walidain (berbakti kepada ibu bapak).
3. Berbuat baik kepada sesama manusia.
4. Tidak sombong dan bangga diri. 


Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah,
Anak shalih yang berciri-ciri seperti digambarkan pada surah an-Nisa` 36 itulah yang sanggup menjawab tantangan zaman, yang sanggup mengatur dunia ini dalam rangka taat kepada Allah Ta’ala. Dan hal itu merupakan karunia dariNya kepada siapa yang Dia Ke-hendaki. Perhatikan Firman Allah Ta’ala,


وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada menyekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (An-Nur: 55).

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذا، وَأَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

TAUBAT SEBELUM WAFAT

Alfaqih Warsono
Sumber : blogsyahidi.blogspot.com/2010/04/bertaubat.html
(dengan sedikit penyuntingan)





 اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَنْعَمَ عَلَيْنَا بِاْلاِ يْمَانِ وَاْلاِسْلاَمِ   وَجَعَلَ بِهِمَا السُّعَدَاءَ فِى الدُّنْيَا وَدَارِ السَّلاَمِ    اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ  اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلاَمُ    وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّفَاعَةِ وَالْمَقَامِ    اَللَّهُمَّ صَلِّّ وَسَلِّّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ الدَّاعِيْنَ اِلَى سَبِيْلِ رَبِّّهِمْ دِيْنِ اْلاِسْلاَمِ.
 امّا بعد    فَيَا عِبَادَ الله    اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Ma'asyiral muslimin sidang jum'at rahimakumullah.
Dalam kesempatan yang berbahagia ini marilah kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah menakdirkan kita menjadi orang-orang beriman kepada-Nya, dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, agar kita benar-benar menjadi Muttaqin , yakni orang-orang bertakwa yang  amat mulia di sisi Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat.

Ma'asyiral hadirin yang berbahagia.
Nabi saw. telah menegaskan dalam hadisnya, bahwa semua umat manusia bani Adam itu mempunyai kesalahan dan dosa, dan sebaik - baik orang yang bersalah dan dosa adalah orang yang  mau bertaubat. Penegasan Nabi saw. ini harus diakui oleh kita semua, memang sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari dosa, apakah dosa besar atau dosa kecil, apakah dosa terhadap Allah atau dosa terhadap sesama. Oleh karena itu, kalau kita benar-benar beriman kepada Allah SWT dan beriman kepada Hari Akhir sebagai hari pembalasan, marilah kita segera melakukan taubat. Taubat artinya kembali dari maksiat menuju taat, atau meninggalkan dosa seketika dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi. Dengan demikian orang yang bertaubat adalah orang yang berhenti melanggar larangan-larangan Allah dan kembali untuk melakukan perintah-Nya. Berhenti berbuat maksiat dan patuh kepada Allah. Berhenti melakukan hal-hal yang dibenci Allah dan berusaha menjalani apa yang diridoi dan disenangi-Nya. Dan ia merasa bersedih hati atas dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Taubat menimbulkan perasaan duka cita yang  terrenyuh dalam lubuk hatinya, mengganggu tidurnya, menumbuhkan rasa penyesalan yang mendalam dan membangkitkan semangat yang bulat untuk melepaskan noda dan dosa yang pernah dilakukannya dan bertekad untuk memulai  kehidupan yang lebih baik.  Taubat dalam pengertian yang demikian tidak sama dengan pengertian kapok lombok atau taubat sambal dalam istilah Jawa yang hanya menimbulkan rasa penyesalan sesaat atau rasa jera  sementara yang pada kesempatan lain akan mengulangi perbuatannya lagi. Allah SWT berpesan dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحاً

Artinya: " Hai orang – orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah dengan taubat nasuha."   QS. Al  Tahrim ;  8
Yang dimaksud dengan taubat Nasuha di sini adalah taubat yang sesungguhnya, yang bukan hanya mengucapkan istigfar sebagai permohonan ampun, tetapi lebih dari itu ada upaya untuk menjauhi dan tidak mengulangi perbuatan dosa yang pernah dilakukan untuk kedua kalinya, apa lagi berkali-kali.

Ma'asyiral hadirin rahimakumullah.
Hadharatusy-syaekh Abi Zakariya Yahya bin Syarif An-Nawawi dalam kitabnya Riyadus-shalihin menyatakan bahwa taubat itu wajib dari tiap dosa. Maka jika dosa itu berkaitan dengan hubungan seorang manusia dengan Allah, maka pertaubatan itu mempunyai tiga persyaratan, yaitu :
1.      Harus menghentikan maksiatnya.
2.      Harus menyesali perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.
3.      Niat bersungguh-sungguh tidak akan pernah mengulangi perbuatan yang sama untuk kedua kalinya..

Selanjutnya jika ada dosa yang berkaitan dengan hubungan seseorang dengan sesamanya, maka pertaubatan itu ditambah satu syarat lagi, yaitu menyelesaikan urusannya dengan orang yang bersangkutan, dengan meminta maaf atau minta halalnya satu perbuatan, atau mengembalikan sesuatu yang harus dikembalikan. Syarat ini adalah syarat mutlak yang wajib ditunaikan oleh seseorang yang mempunyai dosa dan kesalahan terhadap orang lain. Mengapa demikian ? Karena sesungguhnya Allah sendiri tidak mau memaafkan dan tidak mau menghapus dosa seorang hamba yang mempunyai kesalahan terhadap hamba yang lainnya, sebelum seorang hamba tersebut meminta maaf terhadap hamba yang bersangkutan, sekaligus hamba yang bersangkutan tersebut dengan ikhlas dan rela hati mau memberi maaf. Selagi permintaan maaf ini tidak dilakukan, sekaligus pemberian maaf ini tidak ada, maka pertaubatan tersebut belumlah bisa diterima.

     Ma'asyiral hadirin hadaniyallah waiyyakum.
Dosa dan kesalahan yang berhubungan dengan sesama manusia sesungguhnya lebih sulit penghapusannya bila dibandingkan dengan dosa dan kesalahan yang berhubungan dengan Allah. Ketika kita punya salah dan dosa kepada allah, selagi kita betul-betul  menyesal dan berniat tidak akan mengulangi lagi kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan, dalam arti kata benar-benar bertaubat, maka niscaya Allah SWT akan mengampuni dosa dan kesalahan kita.  Dalam Al Quran surah Thaha, 82 Allah menegaskan :
 وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً ثُمَّ اهْتَدَى

Artinya: " Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, lalu tetap pada jalan yang benar."
Bahkan dalam salah satu hadis kudsi, lebih jelas lagi Allah menegaskan :

 يَا اِبْنَ اَدَمَ اِنَّكَ مَا دَغَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلاَ اُبَالِى   يَا اِبْنَ اَدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوْبُكَ عِنَانَ االسَّمَاءِ   ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ اُبَالِى   يَا اِبْنَ اَدَمَ لَوْ اَتَيْتَنِى بِقُرَابِ  اْلاَرْضِ خَطَايَا  ثُمَّ لَقِيْتَنِى لاَ تُشْرِكْ بِىْ شَيْئًا َلأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً. 


Artinya: " Hai anak Adam, sesungguhnya jika kamu meminta dan mengharapkan ampunan-Ku, niscaya Aku ampuni dosa yang telah diperbuat, dan Aku tak peduli. hai anak Adam, andaikata dosamu seluas langit, lalu kamu memohon ampunan-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu, dan Aku tak peduli hai anak Adam, jika kamu menghadap kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, lalu kamu menemuiku  sambil tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula." { Hadis Riwayat Imam Turmudzi.}

Kaum muslimin yang berbahagia.
Kedua firman Allah tersebut di atas menunjukkan bahwa betapa Maha Pengampunnya Allah SWT. Dia senantiasa membuka tangan-Nya di siang hari untuk menerima taubat hamba-Nya yang berbuat dosa di waktu malam, dan selalu membuka tangan-Nya di waktu malam untuk menerima taubat hamba-Nya .yang berbuat dosa di waktu siang. Tidak ada istilah "Tiada maaf bagimu " bagi Allah kepada para hamba-Nya, karena pintu taubat senantiasa terbuka bagi siapa saja, kapan dan di mana saja.  Pintu taubat itu ditutup hanya bagi mereka yang sengaja mengulur-ulur waktu, sengaja menunda-nunda taubat mereka hingga saat sakratul maut tiba.

Ma'asyiral hadirin hadaniyallah waiyyakum.
Begitu Maha Pengampunnya Allah, hingga tidak ada kesulitan untuk mendapatkan ampunan-Nya. Hanya dengan satu syarat saja, yaitu taubat. Akan tetapi, apakah untuk mendapatkan maaf dari sesama kita sama mudahnya dengan memperoleh ampunan dari Allah? Tentu saja tidak. Nabi saw. dalam satu hadisnya pernah bercerita tentang betapa sengsaranya seseorang yang ketika hidup di dunia pernah berbuat dosa terhadap sesamanya, tetapi sayang dia belum sempat mendapatkan maaf dari seseorang yang disakitinya itu. Kelak kata Nabi, ada seorang hamba yang datang menghadap Allah di hari pembalasan dengan membawa pahala salat, pahala puasa, haji dan pahala-pahala lainnya. Ketika dihisab, ternyata amal baiknya  lebih banyak ketimbang amal  jeleknya. Maka Allah pun hendak memasukkan hamba tersebut ke dalam surga, akan tetapi ada seseorang yang komplen / mengajukan protes. "Ya Allah, saya menuntut keadilan. Di dunia orang itu pernah menyakiti saya, dan dia belum mendapatkan maaf dari saya. Sekarang  saya minta pertanggung jawaban atas perbuatan dosa yang pernah dia lakukan terhadap saya". Mendengar protes dari orang itu, maka Allah pun tidak memberi maaf kepada hamba yang punya dosa dengan sesamanya. Demi keadilan,  Allah SWT .lalu mengambil pahala seorang hamba yang diprotes,  lalu pahala itu diberikan kepada seseorang yang disakitinya. Ketika persoalan yang satu ini beres, ternyata datang salah seorang lagi memprotes pula yang intinya sama. Maka untuk kedua kalinya Allah mengambil pahala yang berbuat dosa, lalu diberikannya kepada sesamanya yang pernah disakiti. Begitu seterusnya datang silih berganti orang-orang yang protes, hingga akhirnya pahala hamba yang pada  mulanya begitu banyak, kini habis digunakan untuk membayar atas dosa-dosa dan kesalahan kepada orang lain. Bahkan yang lebih tragis, ketika pahala itu sudah habis masih ada saja orang yang datang memprotes. Berhubung pahala untuk membayar dosa itu sudah habis, maka satu-satunya cara untuk meminta halalnya perbuatan dosa yang pernah diperlakukan kepada sesamanya adalah dengan jalan, dosa orang yang pernah disakiti itu diambil, lalu dialihkan kepada orang yang punya dosa / salah.

Ma'asyiral hadirin rahimakumullah.
Seperti itulah kisah tragis yang diceritakan oleh Nabi saw.  berkaitan dengan seseorang yang menanggung beban dosa dan kesalahan terhadap orang lain yang belum mendapatkan maaf. Melihat kenyataan ini, maka hendaklah kita berhati-hati sekali dalam berhubungan dengan sesama kita. Manakala kita melakukan kesalahan terhadap orang lain, misalnya kita pinjam barang atau uang, lalu kita tidak mengembalikannya dalam waktu yang cukup lama, atau bahkan kita sengaja menggelapkannya dan mencurinya. Ini berarti menyakiti orang lain. Bagi kita yang mau bertaubat, maka barang atau uang yang telah kita gunakan itu harus kita kembalikan, dan kita harus minta maaf sampai dia mau memaafkan. Begitulah tata cara kita bertaubat dan tata cara memperbaiki diri, dari segala cacat dan cela. Akhirnya semoga kita diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk melakukan Taubatan Nasuha sebelum kita meninggal dunia.  

 اعوذ با لله من الشيطان الرحيم    وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ وَهُمْ يَعْلَمُونَ[1]  وَقُل رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ[2].



[1] QS Ali Imran [3]: 135
[2] QS Al Muminun [23]:118

MANUSIA TERBAIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Alfaqih Warsono
Sumber : Khutbah Vol : 393/01-12/B  - 13 Januari 2012



اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ النَّاسَ بِهَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّوْرِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. أَيـُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ ,أَمَّا بَعْدُ؛
Kaum Muslilmin Sidang Jum’at yang dirahmati Allah;
Marilah segala puji dan syukur kita persembahkan kehadirat Allah Swt. karena atas curahan nikmat iman dan islam kepada kita, sehingga kita dapat melaksanakan tugas-tugas kita dengan baik. Tidak lupa sholawat beriring salam marilah kita sampaikan kehadirat junjungan Nabi besar Muhammad Saw. seorang Rasul yang telah diutus Allah sebagai rahmat bagi sekalian alam.

Kaum muslimin Ibadallah rahimakumullah ;
Islam adalah agama yang sangat kuat mendorong Manusia agar menjadi ummat yang terbaik ditengah-tengah kehidupan mereka. Al-Qur’an menjelaskan bahwa orang beriman itu adalah manusia terbaik yang bertugas menegakkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar ditengah masyarakat mereka. Firman Allah ta’ala:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS.Ali Imran: 110)
Orang beriman juga dijelaskan oleh al-Qur’an memiliki sifat wasathiyah yakni yang orang yang bisa diambil pelajaran darinya dan menjadi contoh bagi manusia lain. Sehingga dengan demikian Allah berfirman:
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu”. (QS. Al-Baqarah : 143)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah;
Karakter manusia terbaik diantaranya adalah :
-          Bermanfaat bagi yang lain, senantiasa berupaya menjadi manusia yang terbaik terhadap diri sendiri (kesalehan individu) dan berguna bagi orang lain (kesalehan sosial).
-          Berusaha agar bisa memberi kebaikan pada diri sendiri dan juga orang lain (kesalehan eksoterik dan kesalehan esoterik). Rasulullah saw menggambarkan dalam sebuah hadits tentang seorang yang mendapatkan dua pahala sekaligus, diantaranya seorang yang mengajarkan kebaikan dan orang yang diajarinya mengamalkan kebaikan yang diajarkannya.
-          Senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Sabda Rasulullah saw: “Barang siapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia rubah dengan tangannya, jika tidak mampu rubah dengan lisan, jika tidak mampu dengan mendo’akannya, itulah serendah-rendah iman” (HR. Muslim). Sabda Rasulullah saw. Pula : “Aku melihat seorang lelaki mundar-mandir didalam syurga hanya karena usahanya menyingkirkan pohon tumbang di jalan yang mungkin menggangu manusia” (HR. Muslim)
-          Menjadi orang terbaik bagi keluarganya, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “ Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada keluarganya. Aku adalah orang yang paling baik diantara kamu terhadap keluarga” ( HR. Ibnu Hibban dan lain-lain).
-          Selalu mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “ Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR. Bukhari).
-          Meninggalkan sesuatu hal yang tidak bermanfaat, sabda Rasulullah saw “Meninggalkan sesuatu hal yang tidak bermanfaat baginya” (HR. Muslim)

Kaum Muslimin jama’ah jum’at rahimakumullah;
Sebagai Manusia terbaik memanfaatkan apa yang ada pada dirinya untuk membantu orang lain. Maka untuk itu, Islam memberikan petunjuk apa saja yang bisa menjadi media untuk berbuat kebaikan. Diantaranya adalah :
-          Melalui transmisi ilmu dan ketrampilan, yakni mengajarkan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain sebagaimana petunjuk Rasulullah saw bersabda: “ Setiap kebaikan adalah sadaqah, siapa orang yang menunjukkan kebaikan pada orang lain akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya” (HR. Syaikhani). Sabda Rasulullah saw pula: “Kamu memberi petunjuk pengajaran kepada seorang lebih baik daripada seekor unta merah (yang merupakan simbol kemewahan di zaman Nabi kala itu)” (Muttafaq ‘Alaihi).
-          Meraih kebaikan melalui infaq harta, sebagaiaman firman Allah ta’ala: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 261).
-          Melakukan kegiatan-kegiatan pemberdayaan spiritual, mengadakan majlis ta’lim, membangun madrasah, taman al-qur’an, lembaga pemberdayaan ekonomi ummat dan sekolah keterampilan dan lain-lain untuk mengentaskan kemiskinan dan ketidak berdayaan ummat. Sabda Rasulullah saw: “Barang siapa menggadaikan amalnya kepadaku, dengan upaya agar orang tidak meminta-minta, maka aku ( Rasulullah saw.) akan menjadi penggadai syurga baginya “ (HR. Ashabu Sunan).
-          Memberikan spirit, sugesti, do’a atau nasehat. Sabda Rasulullah saw: “ Jauhilah siksa neraka, dengan shadaqah sebutir kurma atau dengan kalimat-kalimat yang baik (do’a atau nasehat)(HR. Syaikhani).
-          Memberi Keteladanan, Rasulullah saw adalah sosok tauladan yang baik bagi ummatnya, setiap hadits yang keluar dari lisan beliau pasti ditemukan aplikasinya dalam tindak tanduk keseharian beliau. Dengan ketauladan seseorang ditengah masyarakatnya dapat menjadi bukti atas kebaikan seseorang dalam kehidupannya. Oleh sebab itu apapun tindakan dan tingkah laku seseorang hendaknya dapat memberi cermin yang baik kepada orang lain agar ia tetap berada dalam kebaikan.

Kaum Muslimin rahimakumullah            
            Upaya-upaya diatas adalah upaya-upaya yang dapat dipilih dan diamalkan dalam kehidupan, disamping itu pula ada upaya-upaya lain yang secara tidak disengaja juga merupakan ciri manusia terbaik dalam pandangan Islam. Diantaranya adalah :
-          Mengelola usaha dan melaksanakan tugas dengan benar.
-          Melaksanakan ibadah dengan benar
-          Memiliki Akhlakul Karimah dan memiliki sopan santun
-          Menjaga dan menutup aurat
-          Menghindarkan diri dan keluarga dari neraka
Demikianlah Islam memiliki cara pandang yang cukup jelas mengenai kriteria tentang manusia yang paling baik.

َبارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.









Kekayaan Jiwa

Alfaqih Warsono
Sumber : Khutbah Vol : 392/01-12/A - 06 Januari 2012



إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. أَمَّا بَعْدُ؛
Kaum Muslimin Rahimakumullah;
Alhamdulillah marilah segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua sehingga kita dapat menjalankan tugas-tugas kita dengan baik. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw. yang telah menuntun ummat manusia ke jalan yang penuh rahmat dan keberkahan yakni jalan yang lurus yang diridhoi Allah swt.

Kaum Muslimin Rahimakumullah;
            Jiwa adalah salah satu unsur ruhaniah manusia yang sangat menentukan bagi semangat hidup, etos kerja dan kebahagian seseorang. Memang persoalan jiwa banyak didiskusikan oleh para ahli pemikiran Islam terutama soal kekekalan dan kenisbiannya dan kaitannya dengan qalbu atau hati manusia. Namun para pemikir muslim sepakat bahwa jiwa merupakan bagian dari unsur ruhaniyah manusia yang akan mengalami dan merasakan azab atau nikmat di hari akhir nanti.
Mengenai pentingnya peran qalbu manusia, secara eksplisit Rasulullah saw menyebutkan dalam sebuah haditsnya:  Di dalam diri manusia ada mudghah (segumpal daging). Apabila ia baik maka akan baiklah seluruh jasad manusia dan apabila ia buruk maka akan buruklah seluruh jasad manusia. Ketahuilah bahwa itu adalah qalbu” (HR.Bukhari dan Muslim).
Begitupula dengan Firman Allah :
قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا - وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
“Sungguh beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugikan orang yang mengotorinya” (QS.91/al-Syams: 9-10).

Demikian penting dan sangat krusialnya peran unsur ruhaniah manusia hingga Rasulullah menyebutkan bahwa Allah Swt tidak akan menoleh jasad manusia tapi melihat hatinya. Sabda Rasulullah saw.: “Sesungguhnya Allah tidak menoleh pada wajah kalian dan tidak pula jasad kalian. Tetapi Allah hanya memperhatikan hati kalian” (HR. Muslim).
Ayat dan hadits-hadits di atas menjelaskan peran penting jiwa dalam kehidupan manusia, baik dalam kaitannya dengan ketenangan dan kebahagiaan, maupun dalam kaitannya dengan etos kerja manusia.

Ma’asyiral muslimin yang berbahagia;
Ukuran kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang berbasis pada Jiwa, sebagaimana ditegaskan Rasulullah Saw pada salah satu haditsnya. “Kekayaan itu bukanlah dilihat dari banyaknya harta tetapi kekayaan itu adalah kaya jiwa” (HR. Muslim).
Hadits ini tentu tidak langsung menepis pentingnya kekayaan materi, akan tetapi apapun bentuk kekayaan yang dimiliki manusia hendaknyalah berbasis pada kekayaan jiwa dan diarahkan pada pengayaan rohani dan spiritual. Sebab banyak sekali orang yang memiliki kekayaan materi tetapi berada dalam kemiskinan karena tidak menemukan makna kekayaan rohani dalam kekayaan materinya, padahal jika saja ia bersyukur dengan harta tersebut, tidak mendewakan harta dan tetap berperilaku sebagai hamba yang selalu bersyukur atas hartanya, mungkin jiwanya tidak mengalami gangguan dan tetap dalam ketenangan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah;
Sejalan dengan itu banyak sekali kita saksikan orang yang memiliki semangat kerja, etos kerja dan konsentrasi kerja yang tinggi, hal tersebut disebabkan oleh karena jiwanya yang tenang. Karena sesungguhnya peran kekayaan jiwa itu sangat mendukung bagi diperolehnya kekayaan materi dan seterusnya dapat mndatangkan kebahagiaan dan memberi keselamatan di akhirat seperti disinyalir dalam S. Al-Fajr :
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ - اِرْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً - فَادْخُلِي فِي عِبَادِي - وَادْخُلِي جَنَّتِي  
Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jema’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku”. (QS. 89/al-Fajr:30)
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka kekayaan jiwa merupakan sesuatu yang harus dicari oleh setiap orang yang beriman dengan menggunakan instrumen dan fasilitas material dan rohaniyah yang dimiliki manusia. Namun lebih dahulu kita harus mendiskusikan ciri dan aktualisasi kekayaan jiwa itu dalam kehidupan manusia, diantaranya;
Pertama, kekayaan jiwa terpancar pada sikap kasih sayang dan ramah terhadap sesama manusia, teman kerja, teman seiman, sekampung, teman dalam suatu masyarakat dan sebangsa. Orang yang kaya jiwa selalu menunjukkan sikap yang tanggap dan perhatian terhadap siapapun orang yang ditemui dan menemuinya, hingga ia memiliki jaringan yang kuat yang diwarnai oleh kebaikan dan ketaqwaan. Sebagaimana firman Allah:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ   
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran “ (QS. Al-Maidah:2)
Kedua, orang yang kaya jiwanya terpancar dalam sikapnya yang selalu berpandangan positif terhadap kesempatan yang diperolehnya, juga berbaik sangka terhadap pekerjaan yang sedang digelutinya dan jalan hidup yang sedang dihadapinya.
Ketiga, kekayaan jiwa juga dapat tergambar pada prinsip seseorang bahwa dia harus berpartisipasi dalam membangun peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Dia merasa senang kalau ada orang lain yang merasa bahagia karena fasilitas dan bantuannya. Dia bahagia dan merasa berhasil kalau dia menjadi bagian dari penyebab keberhasilan seseorang. Rasulullah saw mengisyaratkan bahwa diantara kebaikan seorang muslim adalah memberhasilkan saudaranya. Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa berjalan menemani saudaranya yang muslim dalam rangka memenuhi hajatnya hingga tercapai, Allah swt akan mengokohkan kakinya dihari ketika tergelincir kaki manusia (Qiyamat) “ (Sahihul Jami’).
Keempat, orang yang memiliki kekayaan jiwa adalah orang yang tidak mudah putus asa dan kecewa terhadap masalah, tantangan dan bahkan kegagalan yang dialaminya. Dia tetap menyadari bahwa dibalik kesulitan ada kemudahan, dibalik kesempitan ada kesempatan dan dibalik kegagalan ada keberhasilan, firman Allah swt:
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا - إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا  
Sesungguhnya dibalik kesulitan ada kemudahan, sungguh dibalik kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Kelima, orang yang memiliki kekayaan jiwa tetap merasa bahwa dirinya mempunyai peluang dan optimis akan berhasil atas apa yang sedang dibuatnya, sehingga oleh karenanya dia memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi.
Kekayaan jiwa seperti disebut diatas akan menyebabkan seseorang memiliki jiwa suci, selalu merasa diperhatikan oleh Allah, sehingga ia selalu berupaya untuk memperhatikan manusia lain.

Sidang jum’at yang dimuliakan Allah;
Sebagai penutup khutbah dapatlah kita simpulkan bahwa kekayaan jiwa merupakan kekayaan yang sangat krusial dan sekaligus kompleks. Sehingga memerlukan kesungguhan untuk mencapainya. Namun kekayaan yang berbasis pada jiwa itu amat membahagiakan, karena kekayaan jiwa tidak perlu kita jaga tapi ia akan menjaga kita .
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ الَّذِيْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

SEBAB-SEBAB PENYAKIT HATI

Alfaqih Warsono
Sumber Naskah : khotbahjumat.com



الْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ فِي كُلِّ زَمَانٍ فَتْرَةً مِنَ الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى وَيَصْبِرُونَ مِنْهُمْ عَلَى الْأَذَى، يُـحْيَونَ بِكِتَابِ اللهِ الـمَوْتَى وَيُبَصِّرُونَ بِنُورِ اللهِ أَهْلَ الْعَمَى، فَكَمْ مِنْ قَتِيْلٍ لِإِبْلِيْسَ قَدْ أَحْيَوْهُ وَكَمْ مِنْ ضَالٍّ تَائِهٍ قَدْ هَدَوْهُ فَمَا أَحْسَنَ أَثَرِهُم عَلَى النَّاسِ وَأَقْبَحَ أَثَرِ النَّاسِ عَلَيْهِمْ. يُنْفَوْنَ عَنْ كِتَابِ اللهِ تَـحْرِيفَ الغَالِّينَ وَانْتِحَالَ الـمُبْطِلِينَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِينَ الَّذِيْنَ عَقَدُوا أُلُوِيَّةَ البِدْعَةِ وَأَطْلَقُوا عِقَالَ الفِتْنَةِ فَهُمْ مَخْتَلِفُونَ فِي الكِتَابِ مُخَالِفُونَ لِلْكِتَابِ مُجْمِعُونَ عَلَى مُفَارَقَةِ الكِتَابِ يَقُولُونَ عَلَى اللهِ وَفِي اللهِ وَفِي كِتَابِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَتَكَلَّمُونَ بِالـمُتَشَابِهِ مِنَ الكَلَامِ وَيُـخْدِعُونَ جُهَّالَ النَّاسِ بِمَا يُشْبِهُونَ عَلَيْهِمْ فَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ فِتَنِ الْمُضِلِّينَ، أَمَّا بَعْدُ
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.
Marilah kita mengungkapkan rasa syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah melimpahkan nikmat-Nya kepada kita terutama nikmat memeluk agama Islam dan nikmat berada di atas jalan kebenaran, jalannya para salafus shalih, generasi pertama Islam. Dan kita berharap dengan syukur kita ini, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah nikmat-Nya dan memang demikianlah janji-Nya kepada kaum muslimin, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak pernah menyalahi janjinya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala
Telah kita ketahui bersama, bahwa setiap anggota badan kita diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk suatu tugas khusus, seperti mata diciptakan untuk meluhat, telinga untuk mendengar, dan begitulah seterusnya. Adapun tanda sakit anggota badan adalah apabila dia itu tidak bisa melaksanakan tugas tersebut dengan baik.
Sebagai contoh mudah, mata yang tidak bisa digunakan untuk melihat dengan jelas maka dia adalah mata yang sakit, telinga yang tidak bisa digunakan untuk mendengar dengan baik, maka dia adalah telinga yang sakit.

Demikian pula hati atau hati, hati yang sakit terlihat dari ketidakmampuannya melaksanakan tugas khusus yang karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakannya yaitu mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mencinta-Nya serta untuk beribadah kepada-Nya semata. Maka barangsiapa yang lebih mencintai dan lebih mementingkan sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala berarti hatinya sakit.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sungguh sudah menjadi fitrah manusia apabila ia ditimpa suatu penyakit dia akan berusaha mencari obatnya, benarlah kata pepatah “mencegah lebih baik dari mengobati.” Dan untuk mencegah suatu penyakit maka kita harus mengetahui penyebab-penyebabnya.
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah.

Ada suatu penyakit yang lebih berbahaya dari semua penyakit jasmani yang paling berbahaya. Sungguh suatu kerugian bila seseorang ditimpa suatu penyakit tapi ia sendiri tidak menyadarinya. Penyakit ini mudah sekali menular dan mudah tertanam ini mudah sekali menular dan mudah tertanam dalam tubuh, dan tidak menutup kemungkinan kita mengidap penyakit yang sangat berbahaya itu. Penyakit itu adalah penyakit hati.

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, marilah kita mempelajari penyebab-penyebab penyakit hati dengan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar terhindar dari penyakit-penyakit Allah Subhanahu wa Ta’ala agar terhindar dari penyakit-penyakit tersebut dan bisa berusaha mengobatinya bila kita telah terlanjur terjangkit penyakit tersebut.
Ada enam penyakit hati yang akan kami sebutkan pada kesempatan yang berbahagia ini, yang kesemuanya adalah penyakit-penyakit yang sangat berbahaya yang sering menjangkit umat. Di antara penyakit-penyakit tersebut adalah:

Sebab penyakit hati pertama, berbuat syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Syirik adalah jika seorang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ibadah kepada-Nya. Di samping dia beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dia juga beribadah kepada selain Allah. Perbuatan syirik adalah perbuatan yang sangat tercela dan terlaknat.
Orang yang terkena penyakit ini ia akan menjalani hidupnya di dunia ini dengan iman dan aqidah yang cacat, hatinya akan selalu sakit, semua yang dilakukannya hanya berkisar nafsu belaka, dia tidak akan mengenal agama Islam ini dengan baik, sebaliknya dia akan mendapatkan kesedihan, perasaan takut, dan kehancuran, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati orang-orang yang berbuat syirik kedudukannya lebih rendah dari binatang-binatang ternak. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلاَّ كَاْلأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS. Al-Furqan: 44)
Kaum muslimin yang dimuliakan Allah
Disebutkan di dalam Alquran, orang yang berbuat syirik seperti seorang yang jatuh dari langit, kemudian disambar oleh burung-burung, dan dicabik-cabiknya, atau dilemparkan oleh angin ke tempat yang jauh dan hina.” Nas’alullaha al-afiyah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Sebab penyakit hati kedua, perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Apabila kemaksiatan sudah bertumpuk dalam hati seseorang, maka dia akan menghalangi pandangan hati sehingga dia tidak dapat melihat, menyadari, memahami serta berfikir tentang ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jika maksiat telah berkumpul dalam hatinya, maka dia akan mencengkramnya sehingga hatinya tidak menyenangi kebaikan dan tidak mau berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu yang paling menyedihkan ia akan dikuasai oleh hawa nafsurnya yang jahat, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى اْلأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلُ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِيْنَ كَذَّبُوْا بِئَايَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya dijuurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS. Al-A’raf: 176)
Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Sebab penyakit hati ketiga adalah kelalaian dari berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Manusia yang lengah akan terkejut tatkala mendengar dzikir atau nasihat dari seseorang, meskipun dia seorang penuntut ilmu, apalagi orang awam Hal ini disebabkan kelalaian dari merenungi ayat-ayat-Nya sehingga setan masuk melalui peredaran darahnya menuju hatinya. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa mengingatkan hal ini sebagaimana dalam firman-Nya,
وَاقْتَرَبَ الْوَعْدُ الْحَقُّ فَإِذَا هِيَ شَاخِصَةٌ أَبْصَارُ الَّذِينَ كَفَرُوا يَاوَيْلَنَا قَدْ كُنَّا فِي غَفْلَةٍ مِّنْ هَذَا بَلْ كُنَّا ظَالِمِينَ
Dan telah dekat kedatangan janji yang benar (hari berbangkit). Maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (mereka berkata): “Aduhai, celakalah Kami, Sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Anbiya: 97)
Orang yang lengah atau lalai diibaratkan seperti orang yang masuk ke dalam masjid lalu setan menekannya sehingga orang tersebut tidak berdzikir kepada Allah sedikit pun, seperti orang yang datang ke sebuah majelis ta’lim dia malah tertidur atau memikirkan hal-hal dunia, sehingga ia tidak memahami isi dari kajian tersebut.
Kelengahan menyerang hati seseorang, sehingga membuatnya berpaling dari taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak senang berdzikir, tidak senang mendengar suatu kebaikan dan tidak mau mendekat kepada ahli dzikir yaitu para ulama.
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Sebab penyakit hati keempat adalah berpaling dari mempeajari ilmu agama, mendalami, dan mempelajari sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada zaman sekarang ini, kita sering mendapati orang lebih faham ilmu dunia daripada ilmu agama, bahkan masalah-masalah yang ringan dalam agama mereka tidak mengetahuinya, tata-cara berwudhu atau mandi sesuai sunah atau yang lebih sederhana dari pada itu mereka tidak memahaminya, mereka lebih mendahulukan urusan dunia yang fana ini.
Kemudian ada sebagian kaum muslimin yang berpaling dari membaca dan memahami Alquran dan al-Hadis, sehingga hati mereka terjangkit suatu penyakit berbahaya. Reaita membuktikan pada zaman sekarang ini, banyak para pemuda muslim yang buta akan huruf Alquran dan tidak bisa membacanya. Mereka enggan belajar ilmu agama Islam yang benar, yang digali dari Alquran dan sunah berdasarkan pemahaman para pendahulu mereka yang shaleh seperti para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka lebih menyukai mempelajari buku-buku hasil karya musuh-musuh Islam, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى {124} قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا {125} قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى {126}
Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Robbku, mengapa Engkau menghimpunkan akud alam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (QS. Toha: 124-126)

Jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Sebab penyakit hati kelima, sibuk dengan urusan dunia dan mengabaikan agama.

Apabila seorang telah terjangkit penyakit ini, maka waktu-waktunya, baik siang atau malam ia habiskan untuk mengejar dunianya, pikirannya terfokus agar tercapai semua keinginannya. Adapun akhirat mereka kesampingkan sehingga tidak heran kalau kita dapati di masjid-masjid kaum muslimin ketika khutbah Jumat mereka tertidur, tidak memperhatikan dan mendengarkan khutbah, padahal mendengarkan dua khutbah tersebut hukumnya wajib, yang demikian karena mereka telah kelelahan dengan urusannya. Kalaupun mata mereka tidak tertidur pikirannyalah yang terbang melayang bersama angan-angan dan lamunannya. Naudzubillah
Kita khawatir inilah sifat yang difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa ia termasuk orang-orang yang lari dari berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam Alquran Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَآ
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)

Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang-orang yang lalai hati kita dari berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mudah-mudahan Allah menolong kita sehingga senantiasa kita dapat menghindari penyebab-penyebab sakit hati tersebut dan senantiasa diberikan petunjuk dan hidayah-Nya. Amin.


بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ